Jumat, 19 Agustus 2011 di 06.13 Diposting oleh Dini Trijayati 5 Comments

Adzan Subuh berkumandang, Matahari mulai memunculkan keindahannya di ufuk Timur. Seperti biasa Khalifa tidak pernah ketinggalan untuk Shalat di Masjid. Dengan kekhusyuannya anak yang duduk di bangku 2 SMA ini menghabiskan waktu 3 jam untuk i'tikaf di Masjid setiap harinya. Jam menunjukkan pukul 8.00, ia segera bergegas pulang untuk bersiap-siap berangkat sekolah.
"Khaaaaaaaaalllliiiifaaaaaa !!! Sudah berapa kali bapak bilang, kalo saat subuh bapak masih tidur tolong dibangunkan !!! Sekarang bapak jadi kesiangan, dasar anak nakal..."
"Maaf Pak !! Tadi Khalifa ngeliat Bapak, Ibu dan Mina tidur pulas, Khalifa gak tega ngebanguninnya."
"Dasar anak nakal !! Mau capek, mau sakit atau apa, kewajiban shalat subuh itu harus ditunaikan ngerti kamu !! Astaghfirullah !!
"Bapak sudah !! jangan pukulin Ka Khalifa lagi Pak, Mina mohon."
"Iya Pak, anak kok dipukilin mulu, kasian kan. Saya yang melahirkannya merasa ibu kalo dia harus dipukulin mulu. Yasudah Khalifa, kamu siap-siap gih buat sekolah,"

Khalifapun berangkat sekolah, tanpa ongkos sepeserpun, maklum keluarganya begitu sangat miskin, jadi berangkat sekolah dengan berjalan kakipun ia lakoni.
Anak pertama dari 2 bersaudara ini bersekolah disalah satu SMAN Terfavorit di Jakarta. Namun walaupun ia tidak memiliki dana untuk ikut les seperti teman-temannya, anak Shaleh ini mampu bersaing, bahkan peringkat 3 besar selalu didapatnya. Hal ini membuat beberapa teman wanitanya menyimpan rasa kagum, suka layaknya anak-anak remaja pada umumnya. Tapi ya begitulah, Khalifa benar-benar tidak memperdulikan mereka, karena remaja tampan ini tidak mau kecintaannya terhadap Allah dan Rasulnya terbagi 2 hanya karena seorang gadis yang tidak diridhai Allah untuknya.

Sayang seribu sayang. Khalifa belum bayaran selama 5 bulan, hal ini membuatnya dipanggil ke ruang TU hampir setiap hari. Akhirnya Khalifa benar-benar merasa tidak dihargai sebagai Siswa yang menyumbang banyak prestasi untuk sekolah itu. Dengan kesalnya ia berlari dari ruang TU dan mengambil tasnya di kelas, lalu segera meninggalkan sekolah.
Di perjalanan siswa berseragam kumal ini berpikir.
"Saya tidak boleh miskin terus, tidak boleh hidup susah terus. Saya tidak mau dihina orang seperti ini. Kasian ibu dan bapak kalau saya masih selalu merepotkan mereka."

Keesokkan harinya, seperti biasa Khalifa terbangun lebih awal daripada Keluarganya. Namun kali ini ia tidak bergegas menuju masjid, melainkan membuat sebuah surat permintaan maaf kepada keluarganya karena ia tidak bisa tinggal di rumah itu lagi. Ia harus pergi untuk merubah nasibnya. Dalam surat itu disebutkan bahwa ia akan berjuang, dan dia janji bahwa 9 tahun yang akan datang, orang tuanya akan melihat bahwa Mina adiknya sudah menjadi designer terkenal seperti apa yang dicita-citakan Mina.

Kini Khalifa tinggal di sebuah gubuk kecil beralaskan tanah, beratapkan jerami. Setiap hari dia bekerja, tidak ada hari libur baginya. Sebelum subuh ia sudah bangun untuk mencari barang bekas, sehabis shalat subuh pekerjaannya adalah loper koran, setelah itu jam 8 pagi dia menjadi kuli bangunan hingga jam 17.00, sepulangnya bekerja dia mencari barang bekas lagi.
sebagian uang dari hasil kerjanya dikirim untuk biaya sekolah Mina, dan untuk membantu kehidupan keluarganya.

Tujuh tahun kemudian, Mina berumur 21 tahun dan Khalifa berumur 23 tahun, namun selama itu pula Khalifa tidak pernah menemui orang tua dan adik tercintanya. Dia pun tidak tahu sama sekali bagaimana keadaan keluarganya.
Pekerjaan Khalifa masih tetap seperti awal ia meninggalkan rumah, namun semangatnya belum padam, dan cita-citanya untuk menjadi penulis terkenal masih menggebu-gebu.

Pada saat remaja gigih ini sedang mencari barang bekas di depan sebuah gedung mewah, ia terkagum melihat sesosok wanita yang dikerumungi wartawan.
"Bagaimana usaha anda sehingga bisa menjadi penulis sukses seperti sekarang ini?"
"Yang pasti saya terus mengasah ide kreatif saya dan tidak lupa juga berdoa dan menjalankan perintah-perintah Allah SWT."
"Lalu apakah anda pernah merasa jenuh dengan usaha yang anda lakukan itu?"
"Alhamdulillah saya tidak merasa jenuh dengan usaha saya itu."
"Siapakah orang yang menjadi motivator dan inspirasi anda?"
"Tentu saja yang menjadi motivator dan inspirasi saya adalah orang tua saya sendiri, dannnnnn."
"Dan siapa?"
"Dan seseorang diluar sana yang begitu teguh, gigih dalam bekerja, sehingga saya bisa seperti ini."

Khalifa benar-benar iri pada wanita itu, namun dibalik keiriannya ia menyimpan rasa penasaran, "siapakah wanita hebat yang dikerumungi wartawan itu, andai saja saya bisa berkenalan dengannya."
Setelah diajukkan beberapa pertanyaan wanita sukses ini segera keluar dari kerumungan wartawan dengan senyum indahnya. Dan Khalifa berusaha untuk melihat wajah penulis wanita itu.
"Mmmmmiiinnnaa ??"
Penulis itupun melihat Khalifa.
"Kaka Khalifa ??? Kakaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa."
Khalifa segera berlari menjauh dengan tetesan air mata di pipinya, dan Mina pun mengejarnya. Tapi ditengah pelarian, datanglah sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi, Khalifa hampir tertabrak, namun dia didorong oleh Mina adiknya, sehingga yang tertabrak adalah wanita cantik ini.
Dengan penuh rasa berduka Mina langsung di larikan ke rumah sakit terdekat, dan langsung ditangani secara intensif, namun dokter menyerah, tidak ada jalan keluar selain tangan kanan, dan kiri serta kaki kanan Mina harus di amputasi.

2 tahun kemudian Mina sembuh, namun ia harus menerima kenyataan bahwa ia adalah seorang yang cacat. Tidak ada rasa sedih dan menyesal sama sekali di hati Mina, karena orang yang selama ini ia sayangi, kini sudah menjadi seorang penulis terkenal menggantikannya. Dan menjadi penulis terkenal itu adalah memang cita-cita Khalifa sejak kecil.

"Bukan saya yang berkorban untuk Mina, tapi Mina-lah yang berkorban untuk saya. Ia mengorbankan cita-citanya sebagai designer demi meraih cita-cita saya."

Karya : Dini Trijayati.